Selasa, 22 Oktober 2013

Kamu bilang, kita terlalu berbeda. Memang, kan? Bukankah sejak awal berpegangan tangan bersama, kita memang sudah berbeda. Kupikir justru itulah intinya. Toh, kita selalu bisa menertawakan semuanya. Kamu tahu, aku rindu masa dimana telepon rumah jadi satu-satunya sarana. Aku, kamu, kita, hanya bisa berkomunikasi dengan suara lalu bertatap muka. Karena saat penghubung hanya berupa kata, nyatanya benang kita makin menghilang kemudian seperti terputus begitu saja. Hingga kini, logikaku masih tak terima. Bagaimana bisa, kita yang kupikir untuk selamanya, tahu-tahu lebih asing dari teman biasa.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar