Rabu, 21 Agustus 2013

Women tears

Ketika wanita menangis,

itu bukan berarti dia sedang mengeluarkan senjata terampuhnya,
melainkan justru dia sedang mengeluarkan senjata terakhirnya.
Ketika wanita menangis,
itu bukan berarti dia tidak berusaha menahannya,
melainkan karena pertahanannya sudah tak mampu lagi membendung air matanya.
Ketika wanita menangis,
itu bukan karena dia ingin terlihat lemah,
melainkan karena dia sudah tidak sanggup berpura-pura kuat.

Women tears

Ketika wanita menangis,

itu bukan berarti dia sedang mengeluarkan senjata terampuhnya,
melainkan justru dia sedang mengeluarkan senjata terakhirnya.
Ketika wanita menangis,
itu bukan berarti dia tidak berusaha menahannya,
melainkan karena pertahanannya sudah tak mampu lagi membendung air matanya.
Ketika wanita menangis,
itu bukan karena dia ingin terlihat lemah,
melainkan karena dia sudah tidak sanggup berpura-pura kuat.

I am

I'm not type of people that could calm when someone got their emotion in front of me. I would be more emotion and selfish than him/her.  I have roller coaster emotion.

I am

I'm not type of people that could calm when someone got their emotion in front of me. I would be more emotion and selfish than him/her.  I have roller coaster emotion.

Cinta Sederhana


Kerongkonganku sakit. Seperti ada yang memaksaku menelan tangkai mawar hingga rongga nafasku meradang dan terluka, hingga begitu sakit untuk sekedar menelan ludah. Aku mati-matian menahan sakit. Perutku bergejolak sementara dadaku seperti ditonjok. Aku seperti pegulat yang babak belur tapi tanpa luka-luka. Ya. Separah itu rasanya.
Kamu, dengan satu tangan terselip di saku celana linen hitam itu, menatap lurus padaku yang tergugu. Ekspresimu datar, tapi masih jelas angkuh tergurat. Kamu hancur. Terlihat jelas di matamu yang sekejap bergetar. Hanya aku yang paham, kenapa pria yang tak dibuatkan Tuhan rongga untuk menyimpan hati sepertimu bisa menampakkan rapuh semacam itu. Jangankan kamu, aku pun masih tak percaya kehadiranmu. Kamu, berdiri sekitar sepuluh langkah di depanku. Seperti hendak adu kekuatan, aku dan kamu hanya saling menatap sambil saling mencari di balik mata masing-masing.
"Kubawakan kopermu," sahutmu pelan.
Aku beringsut saat kamu meraih koper yang tergeletak begitu saja di sebelahku. Dengan tangan menggenggam erat tali tas tangan, aku menahan sebentuk sakit di dada saat bau parfum itu tercium halus dari tubuhmu. 
"Kenapa kamu ada disini?" tanyaku akhirnya. Gila. Aku sendiri tak menyangka kalau aku punya cukup kekuatan untuk mengeluarkan kalimat padamu. Kamu meletakkan koper di teras kayu rumahku sambil menggeleng.
"Aku sudah janji akan menunggumu."
"Itu omong kosong. Bukankah sudah kubilang, aku sudah tidak peduli."
"Itu bukan omong kosong."
"Kau pikir aku bisa memaafkanmu begitu saja?"
"Aku tidak peduli."
"Aku masih sakit hati."
"Aku sudah bilang, aku akan menikahimu. Dan akan kulakukan."
Kepalaku berdenyut. "Tapi dulu kau pernah mengabaikanku!"

Kamu hanya diam.
"Aku mengemis dan kau tak peduli. Saat aku menginginkannya, mulut itu tidak pernah sekalipun mengeluarkan kata-kata yang kuminta. Saat aku beranjak pergi, mulut itu seenaknya bilang akan menunggu dan menikahiku. Berhenti mempermainkanku!"
"Dua tahu yang lalu, kau pergi. Dua tahun yang lalu, kubilang aku akan menunggu dan menikahimu. Sekarang, kau kembali."
"Kenapa kau selalu seenakmu? Kau pikir aku mau menikah denganmu setelah hampir seumur hidup kuhabiskan semua daya untuk membuatmu mengatakan kau sayang aku, tapi kau selalu tidak peduli. Kau bahkan menganggapku tidak ada."
"Aku sayang kau."
Kamu menatapku. Tajam dan tanpa ragu.
"Dasar munafik. Kau selalu jago soal omong besar."
Aku terkejut saat kamu tersenyum.
"Istirahatlah. Besok pagi aku akan menjemputmu dan kita akan memesan gaun."
"Jangan tolol."
"Baiklah. Aku pulang dulu."
Kamu berbalik dengan santai dan berjalan meninggalkanku.
"Aku akan pergi lagi. Kau dengar itu?"
"Kalau begitu, aku akan menunggu lagi," kamu berhenti berjalan. "Berkali-kali kau pergi, berkali-kali pula aku menanti. Di masa lalu, ikatan kita begitu rumit dan penuh tanda tanya. Sekarang, aku dan kau diberi kesempatan lagi. Tidak bisakah kau dan aku menjadikan cerita ini lebih sederhana?"
Aku terenyak. Kata-katamu memang meremas nuraniku, tapi tatapan piasmu lebih membuat nurani keras ini terluka. Kamu, persis seperti aku dua tahun yang lalu. Menyerah dan lelah. Bertekuk lutut pasrah, tapi penuh harap. 
"Aku minta maaf," gumammu pelan.
Dan aku, akhirnya melihat air mata itu. 
Seumur hidup menjatuhkan hati padamu, aku tahu kamu tidak akan menangisiku. Bahkan saat aku menangis dan menjerit di pundakmu, kamu hanya berdiri bisu.
Menikah denganmu adalah impian seumur hidupku. Saat aku pergi, kupikir tolol sekali pikiran semacam itu. Tapi, bukankah impian seumur hidup berarti selama aku hidup, impian itu juga akan hidup? 
"Kali ini, cinta kita harus sederhana, ya?" sahutku serak.
"Sesederhananya cinta," kamu mengangguk setuju. "Dimana cinta hanya sebuah cinta."
Aku tersenyum. Mengerjap tak percaya, meyakinkan diriku kalau ini nyata.
"Sesederhananya cinta. Dimana cinta hanya sebuah cinta."

Cinta Sederhana


Kerongkonganku sakit. Seperti ada yang memaksaku menelan tangkai mawar hingga rongga nafasku meradang dan terluka, hingga begitu sakit untuk sekedar menelan ludah. Aku mati-matian menahan sakit. Perutku bergejolak sementara dadaku seperti ditonjok. Aku seperti pegulat yang babak belur tapi tanpa luka-luka. Ya. Separah itu rasanya.
Kamu, dengan satu tangan terselip di saku celana linen hitam itu, menatap lurus padaku yang tergugu. Ekspresimu datar, tapi masih jelas angkuh tergurat. Kamu hancur. Terlihat jelas di matamu yang sekejap bergetar. Hanya aku yang paham, kenapa pria yang tak dibuatkan Tuhan rongga untuk menyimpan hati sepertimu bisa menampakkan rapuh semacam itu. Jangankan kamu, aku pun masih tak percaya kehadiranmu. Kamu, berdiri sekitar sepuluh langkah di depanku. Seperti hendak adu kekuatan, aku dan kamu hanya saling menatap sambil saling mencari di balik mata masing-masing.
"Kubawakan kopermu," sahutmu pelan.
Aku beringsut saat kamu meraih koper yang tergeletak begitu saja di sebelahku. Dengan tangan menggenggam erat tali tas tangan, aku menahan sebentuk sakit di dada saat bau parfum itu tercium halus dari tubuhmu. 
"Kenapa kamu ada disini?" tanyaku akhirnya. Gila. Aku sendiri tak menyangka kalau aku punya cukup kekuatan untuk mengeluarkan kalimat padamu. Kamu meletakkan koper di teras kayu rumahku sambil menggeleng.
"Aku sudah janji akan menunggumu."
"Itu omong kosong. Bukankah sudah kubilang, aku sudah tidak peduli."
"Itu bukan omong kosong."
"Kau pikir aku bisa memaafkanmu begitu saja?"
"Aku tidak peduli."
"Aku masih sakit hati."
"Aku sudah bilang, aku akan menikahimu. Dan akan kulakukan."
Kepalaku berdenyut. "Tapi dulu kau pernah mengabaikanku!"

Kamu hanya diam.
"Aku mengemis dan kau tak peduli. Saat aku menginginkannya, mulut itu tidak pernah sekalipun mengeluarkan kata-kata yang kuminta. Saat aku beranjak pergi, mulut itu seenaknya bilang akan menunggu dan menikahiku. Berhenti mempermainkanku!"
"Dua tahu yang lalu, kau pergi. Dua tahun yang lalu, kubilang aku akan menunggu dan menikahimu. Sekarang, kau kembali."
"Kenapa kau selalu seenakmu? Kau pikir aku mau menikah denganmu setelah hampir seumur hidup kuhabiskan semua daya untuk membuatmu mengatakan kau sayang aku, tapi kau selalu tidak peduli. Kau bahkan menganggapku tidak ada."
"Aku sayang kau."
Kamu menatapku. Tajam dan tanpa ragu.
"Dasar munafik. Kau selalu jago soal omong besar."
Aku terkejut saat kamu tersenyum.
"Istirahatlah. Besok pagi aku akan menjemputmu dan kita akan memesan gaun."
"Jangan tolol."
"Baiklah. Aku pulang dulu."
Kamu berbalik dengan santai dan berjalan meninggalkanku.
"Aku akan pergi lagi. Kau dengar itu?"
"Kalau begitu, aku akan menunggu lagi," kamu berhenti berjalan. "Berkali-kali kau pergi, berkali-kali pula aku menanti. Di masa lalu, ikatan kita begitu rumit dan penuh tanda tanya. Sekarang, aku dan kau diberi kesempatan lagi. Tidak bisakah kau dan aku menjadikan cerita ini lebih sederhana?"
Aku terenyak. Kata-katamu memang meremas nuraniku, tapi tatapan piasmu lebih membuat nurani keras ini terluka. Kamu, persis seperti aku dua tahun yang lalu. Menyerah dan lelah. Bertekuk lutut pasrah, tapi penuh harap. 
"Aku minta maaf," gumammu pelan.
Dan aku, akhirnya melihat air mata itu. 
Seumur hidup menjatuhkan hati padamu, aku tahu kamu tidak akan menangisiku. Bahkan saat aku menangis dan menjerit di pundakmu, kamu hanya berdiri bisu.
Menikah denganmu adalah impian seumur hidupku. Saat aku pergi, kupikir tolol sekali pikiran semacam itu. Tapi, bukankah impian seumur hidup berarti selama aku hidup, impian itu juga akan hidup? 
"Kali ini, cinta kita harus sederhana, ya?" sahutku serak.
"Sesederhananya cinta," kamu mengangguk setuju. "Dimana cinta hanya sebuah cinta."
Aku tersenyum. Mengerjap tak percaya, meyakinkan diriku kalau ini nyata.
"Sesederhananya cinta. Dimana cinta hanya sebuah cinta."

I Swear


"Aku capek."

Setelah lama berjibaku dengan segala lelah dan suntuk yang menumpuk dan jadi gunungan sabar campur rindu, Roe akhirnya bertekuk lutut pada hatinya yang rubuh. Semua himpunan kekuatan yang telah membentuk tembok bernama keras kepala itu pada akhirnya runtuh bersamaan dengan deklarasi uneg-unegnya.
"Aku hanya ingin tahu reaksinya. Aku hanya ingin tahu seperti apa kelanjutan kami sebenarnya. Apa aku nggak boleh berharap sementara seperti ada yang tersisa di antara kami dan minta diselesaikan?"
Itu sulit. Sambil melawan serbuan nyamuk, aku mencekoki Roe dengan beberapa kenyataan yang harus Roe terima. Bahwa tidak semua cinta harus berakhir bahagia. Bahwa tidak semua yang sudah berakhir dapat dimulai kembali. Saat akhir hanya akhir, belahan jiwa seerat apapun tidak akan berdaya. Itu yang namanya takdir.
"Ini akan selesai kalau dia punya pacar. Oke?"
Selesai sementara tapi bukan penyelesaian yang Roe butuhkan. Berliter-liter air mata, lelah yang tak tertampung sesak di dada, pikiran yang tak lagi bersatu raga karena memikirkan keadaannya. Semua menggoyahkan dan membuat langkah patah, hingga bicara bahkan bisa diganti dengan air mata. Melihatnya bersama dengan orang lain mungkin akan melegakan, setidaknya itu menghanguskan harapan dan semua kemungkinan.

Dan aku akhirnya membuat Roe menjanjikan sesuatu. Satu hal yang lebih candu dari cinta dan lebih mematikan dari narkoba. Mengecek facebook dan memandangi foto dia. Di tiap sayang yang berjarak, ada khawatir dan rasa ingin tahu yang menyeruak. Ada rindu tak terucap yang menyembul malu-malu. Tapi, seperti narkoba yang membuat candu, kebiasaan ini bisa membunuh semangat juang Roe untuk maju. 
"Aku bersumpah. Aku nggak akan lagi membuka facebook dia terlebih melihat fotonya. Itu menyakitkan, mengerikan, dan pasti sangat sulit dilakukan. Tapi, aku harus. Aku janji, mulai malam ini, 19 Februari 2012, akan jadi titik balik perjuangan untuk maju dan melupakan. Untuk ke depan dan menghapus semua. Demi kebaikan, kan?"
Dan setelah mengucapkan sumpah itu, aku dan Roe tertawa. Beberapa hal besar kemudian dilakukan Roe atas nama perbaikan. Aku tahu Roe lelah. Aku pun lelah. Aku lelah melihatnya berjuang dan memaksakan diri atas apa yang diluar kemampuan dan kehendaknya. Aku lelah Roe berusaha menggerakan hati dia yang bahkan tak tertebak apa maunya. Kalau sudah begini, aku lebih ingin Roe menyerah.
Toh, Tuhan selalu ada untuk menyelesaikan.
Saat Roe akhirnya selesai dengan semua, aku ikut tersenyum di atas akhir sumpahnya.
"Aku lega."

I Swear


"Aku capek."

Setelah lama berjibaku dengan segala lelah dan suntuk yang menumpuk dan jadi gunungan sabar campur rindu, Roe akhirnya bertekuk lutut pada hatinya yang rubuh. Semua himpunan kekuatan yang telah membentuk tembok bernama keras kepala itu pada akhirnya runtuh bersamaan dengan deklarasi uneg-unegnya.
"Aku hanya ingin tahu reaksinya. Aku hanya ingin tahu seperti apa kelanjutan kami sebenarnya. Apa aku nggak boleh berharap sementara seperti ada yang tersisa di antara kami dan minta diselesaikan?"
Itu sulit. Sambil melawan serbuan nyamuk, aku mencekoki Roe dengan beberapa kenyataan yang harus Roe terima. Bahwa tidak semua cinta harus berakhir bahagia. Bahwa tidak semua yang sudah berakhir dapat dimulai kembali. Saat akhir hanya akhir, belahan jiwa seerat apapun tidak akan berdaya. Itu yang namanya takdir.
"Ini akan selesai kalau dia punya pacar. Oke?"
Selesai sementara tapi bukan penyelesaian yang Roe butuhkan. Berliter-liter air mata, lelah yang tak tertampung sesak di dada, pikiran yang tak lagi bersatu raga karena memikirkan keadaannya. Semua menggoyahkan dan membuat langkah patah, hingga bicara bahkan bisa diganti dengan air mata. Melihatnya bersama dengan orang lain mungkin akan melegakan, setidaknya itu menghanguskan harapan dan semua kemungkinan.

Dan aku akhirnya membuat Roe menjanjikan sesuatu. Satu hal yang lebih candu dari cinta dan lebih mematikan dari narkoba. Mengecek facebook dan memandangi foto dia. Di tiap sayang yang berjarak, ada khawatir dan rasa ingin tahu yang menyeruak. Ada rindu tak terucap yang menyembul malu-malu. Tapi, seperti narkoba yang membuat candu, kebiasaan ini bisa membunuh semangat juang Roe untuk maju. 
"Aku bersumpah. Aku nggak akan lagi membuka facebook dia terlebih melihat fotonya. Itu menyakitkan, mengerikan, dan pasti sangat sulit dilakukan. Tapi, aku harus. Aku janji, mulai malam ini, 19 Februari 2012, akan jadi titik balik perjuangan untuk maju dan melupakan. Untuk ke depan dan menghapus semua. Demi kebaikan, kan?"
Dan setelah mengucapkan sumpah itu, aku dan Roe tertawa. Beberapa hal besar kemudian dilakukan Roe atas nama perbaikan. Aku tahu Roe lelah. Aku pun lelah. Aku lelah melihatnya berjuang dan memaksakan diri atas apa yang diluar kemampuan dan kehendaknya. Aku lelah Roe berusaha menggerakan hati dia yang bahkan tak tertebak apa maunya. Kalau sudah begini, aku lebih ingin Roe menyerah.
Toh, Tuhan selalu ada untuk menyelesaikan.
Saat Roe akhirnya selesai dengan semua, aku ikut tersenyum di atas akhir sumpahnya.
"Aku lega."

Stupid me

Disappointed? of course.
Like a trash in the corner of friendship. I hadn't considered by her. I'm just same as like another her friend. Not so special.
I wonder,did I do something that hurt her? did I? tell me if I did that. Don't ignore me like I'm not your bestfriend. Like I won't understand you. How long we were together? One weeks? Two months?
How looong ? We have been shared for many yearssss. I know all about you. What is in and out of you.

Honestly,I really disappointed with you when you don't tell me something that has happened to you. As if I no need to know about that. As if I can't help you to make you calm. What exactly a function of a girl like me for you? just for shared all your happiness? Heard all your story? accompany you where ever you go?
Why your thinking is very narrow? Hey hey I'm your bestfriend. I'm the one girl who want to listen all your story,all your complaint,all your happiness!

Don't ever think that I'm just your friend who wanted to know all your happiness. I don't like it.
You are my bestfriend.
Let me know all your problem,let me make you calm when you feel fed up or upset.
So please,tell me why you're so fed up today?why?
If it because of me?
I just want you to tell me what's going on now. What's wrong with you. I just want that. There is nothing I want to do except listen all your steam.
I feel so stupid when I saw all your tweet is talked about your steam but you haven't tell me anything about that. Stupid friend,am I ?  :)

Stupid me

Disappointed? of course.
Like a trash in the corner of friendship. I hadn't considered by her. I'm just same as like another her friend. Not so special.
I wonder,did I do something that hurt her? did I? tell me if I did that. Don't ignore me like I'm not your bestfriend. Like I won't understand you. How long we were together? One weeks? Two months?
How looong ? We have been shared for many yearssss. I know all about you. What is in and out of you.

Honestly,I really disappointed with you when you don't tell me something that has happened to you. As if I no need to know about that. As if I can't help you to make you calm. What exactly a function of a girl like me for you? just for shared all your happiness? Heard all your story? accompany you where ever you go?
Why your thinking is very narrow? Hey hey I'm your bestfriend. I'm the one girl who want to listen all your story,all your complaint,all your happiness!

Don't ever think that I'm just your friend who wanted to know all your happiness. I don't like it.
You are my bestfriend.
Let me know all your problem,let me make you calm when you feel fed up or upset.
So please,tell me why you're so fed up today?why?
If it because of me?
I just want you to tell me what's going on now. What's wrong with you. I just want that. There is nothing I want to do except listen all your steam.
I feel so stupid when I saw all your tweet is talked about your steam but you haven't tell me anything about that. Stupid friend,am I ?  :)

Saat cinta menyapa

Jika cinta tlah menyapa
Hati ini serasa tak berdaya
Seorang raja kan luluh menjadi hina

Jika cinta tlah datang
Kan mengusik hati yang tenang
Hidup kan jadi bimbang

Jika cinta sekedar kata
Pastilah kita kan binasa
Karna cinta adalah pengorbanan
Tak hanya sekedar ucapan

Saat cinta menyapa

Jika cinta tlah menyapa
Hati ini serasa tak berdaya
Seorang raja kan luluh menjadi hina

Jika cinta tlah datang
Kan mengusik hati yang tenang
Hidup kan jadi bimbang

Jika cinta sekedar kata
Pastilah kita kan binasa
Karna cinta adalah pengorbanan
Tak hanya sekedar ucapan

Jangan kau artikan aku ingin kan sesuatu yang lebih dari mu!

Jangan kau artikan aku ingin kan sesuatu yang lebih dari mu!

I MISS THAT FEELING OF BEING WANTED BY SOMEONE

It is without a doubt one of the best feelings ever to know that they could have 

absolutely anyone they want, but 

they’re chasing after you even when you know you’re nothing special. That they 

could be anywhere in the world, yet 

they chose to stick right by your side. A part of you even starts to wonder why 

they haven’t left yet. Time is one of

the most valuable things that could never be taken back and all they want is to 

spend it with you. It’s just nice to 

feel like you actually matter to someone rather than wanting someone you can’t 

have all the time.

 
makes me feel special like i'm the perfect so he just wanted me to be his girl

I MISS THAT FEELING OF BEING WANTED BY SOMEONE

It is without a doubt one of the best feelings ever to know that they could have 

absolutely anyone they want, but 

they’re chasing after you even when you know you’re nothing special. That they 

could be anywhere in the world, yet 

they chose to stick right by your side. A part of you even starts to wonder why 

they haven’t left yet. Time is one of

the most valuable things that could never be taken back and all they want is to 

spend it with you. It’s just nice to 

feel like you actually matter to someone rather than wanting someone you can’t 

have all the time.

 
makes me feel special like i'm the perfect so he just wanted me to be his girl