Jumat, 19 Juli 2013

Gak kerasa yah tinggal beberapa minggu lagi puasanya.
hmm, pengen cepet - cepet hari lebaran.....
bisa kan dapet duit thr:p
walopun udah gede tapi tetep dong mau thr~

Good bye and happy fasting guys~

Good bye and happy fasting guys~
Gak kerasa yah tinggal beberapa minggu lagi puasanya.
hmm, pengen cepet - cepet hari lebaran.....
bisa kan dapet duit thr:p
walopun udah gede tapi tetep dong mau thr~
Udah bahagia kok.
kamu udah nerima dengan senang hati lukisan yang aku kasih.

aku udah bahagia kok.
voicenote yang aku kirim bisa kamu simpen dan didenger kalo lagi rindu aku.

aku udah bahagia kok.
bahagia aku sederhana gak berlebihan, bisa bikin kamu seneng itu udah buat aku bahagia sekali.

terima kasih:)
Udah bahagia kok.
kamu udah nerima dengan senang hati lukisan yang aku kasih.

aku udah bahagia kok.
voicenote yang aku kirim bisa kamu simpen dan didenger kalo lagi rindu aku.

aku udah bahagia kok.
bahagia aku sederhana gak berlebihan, bisa bikin kamu seneng itu udah buat aku bahagia sekali.

terima kasih:)

Rosemary - Supergirl


  •  
    SOMETIMES I FELL IM GETTING OLD
    MY BRAIN IS FULL OF SHIT...AND I DON'T WANT TO KNOW
    THE DAY'S TO BLACK FOR ME TO WALK
    I HAVE NOBODY THAT I CAN GIVING ALL
    GIVING ALL...ALL THE TIME, GIVING ALL...ALL THE QUESTION
    GIVING ALL...ALL THE TIME TO BE HEARD.............

    IN MY LIFE,THE COMPLICATED THINGS IS RULING ALL THE DAY
    IN MY LIFE NOTHING SEEMS TO BE SO BAD.............
    IN MY HEART,IN MY SOUL,IN MY MIND,IN MY DAY.............
    I WANNA BE A SUPERGIRL...I WANNA BE LIKE THAT
    IN MY HEART,IN MY SOUL,IN MY MIND,IN MY DAY.............
    I WANNA BE A SUPERGIRL...I WANNA BE LIKE THAT.............

    I WISH THAT TRUE...WISH THAT IS TRUE...I WISH THAT TRUE
    WISH THAT IS TRUE...YEY...YEY...YEY...

Rosemary - Supergirl


  •  
    SOMETIMES I FELL IM GETTING OLD
    MY BRAIN IS FULL OF SHIT...AND I DON'T WANT TO KNOW
    THE DAY'S TO BLACK FOR ME TO WALK
    I HAVE NOBODY THAT I CAN GIVING ALL
    GIVING ALL...ALL THE TIME, GIVING ALL...ALL THE QUESTION
    GIVING ALL...ALL THE TIME TO BE HEARD.............

    IN MY LIFE,THE COMPLICATED THINGS IS RULING ALL THE DAY
    IN MY LIFE NOTHING SEEMS TO BE SO BAD.............
    IN MY HEART,IN MY SOUL,IN MY MIND,IN MY DAY.............
    I WANNA BE A SUPERGIRL...I WANNA BE LIKE THAT
    IN MY HEART,IN MY SOUL,IN MY MIND,IN MY DAY.............
    I WANNA BE A SUPERGIRL...I WANNA BE LIKE THAT.............

    I WISH THAT TRUE...WISH THAT IS TRUE...I WISH THAT TRUE
    WISH THAT IS TRUE...YEY...YEY...YEY...
Lagi - lagi aku dibilang galau?
ayolah ini hanya ungkapan hati..
beda ah sama galau heheh
Lagi - lagi aku dibilang galau?
ayolah ini hanya ungkapan hati..
beda ah sama galau heheh
Aku kagum kepadamu. iya kagum. Kagum sekali:)
Aku kagum kepadamu. iya kagum. Kagum sekali:)
laptop + musik + isi posting blog
sambil nunggu waktu azan berbuka puasa~
laptop + musik + isi posting blog
sambil nunggu waktu azan berbuka puasa~

Menginginkanmu

Aduh, lagi-lagi aku harus memulai barusan kalimat rindu ini
Habis aksara, aku kehabisan kata
Jadi salam ini kumulai dari sembarang titik
tempat dimana hatiku menghangat perkara wajahmu saja

Aku menginginkanmu
Hanya kamu saja

Untuk jadi yang kelak memintaku pada Ayah
menjanjikan selamanya padaku
menjaga anak-anak kemudian

Membuatkan kopi di pagi hari
teman berdebat pun menambah semangat

Tidak cukup dalam mimpi
Sungguh menunggu bukan lagi perkara mudah

Menginginkanmu

Aduh, lagi-lagi aku harus memulai barusan kalimat rindu ini
Habis aksara, aku kehabisan kata
Jadi salam ini kumulai dari sembarang titik
tempat dimana hatiku menghangat perkara wajahmu saja

Aku menginginkanmu
Hanya kamu saja

Untuk jadi yang kelak memintaku pada Ayah
menjanjikan selamanya padaku
menjaga anak-anak kemudian

Membuatkan kopi di pagi hari
teman berdebat pun menambah semangat

Tidak cukup dalam mimpi
Sungguh menunggu bukan lagi perkara mudah

Pesan

Bagaimana kerja pesan dalam botol sesungguhnya. Apa terlebih dulu kita harus terpisah laut bahkan samudra agar pesanku bisa diombang-ambing ombak lalu sampai padamu? Apa terlebih dulu aku harus mengingatkanmu kalau aku, bisa saja sewaktu-waktu lelah mengirim semua tanda lalu berjalan menjauh, membalik badan, menapak kemana saja yang tidak ada kamu?
Pernah sekali, dalam obrolanku dengan Tuhan, kubayangkan kita bertemu untuk membicarakan masa depan. Di sebuah kafe yang sepi pengunjung, aku setengah tertidur di sisi meja berdebu. Di sudut, tidak sedang memikirkan atau mengenangmu. Tiba-tiba kamu datang dengan langkah senyap, duduk di hadapanku yang setengah terlelap. Aku akan mengungkapkan semuanya. Akan kuceritakan padamu awal kisah kita di kepala hingga akhir yang kudamba. Kamu akan kuberitahu betapa beratnya menanggung cinta diam-diam seorang diri, betapa sulitnya menunggumu untuk sekadar peduli. Kudongengkan ke telingamu sampai habis, tak peduli wajahku berairmata atau malah tersipu malu. Aku sudah tak peduli.
Tapi dongengku, tetap jadi dongeng kalau Tuhan bahkan tak pernah dengar namaku dalam doamu. Jadi, pesanku kali ini bukan untukmu. Untuk Tuhan. Karena Dia tahu harus berbuat apa bahkan tanpa aku harus banyak berkata. Kamu harus mencontoh Tuhan, ya.

Pesan

Bagaimana kerja pesan dalam botol sesungguhnya. Apa terlebih dulu kita harus terpisah laut bahkan samudra agar pesanku bisa diombang-ambing ombak lalu sampai padamu? Apa terlebih dulu aku harus mengingatkanmu kalau aku, bisa saja sewaktu-waktu lelah mengirim semua tanda lalu berjalan menjauh, membalik badan, menapak kemana saja yang tidak ada kamu?
Pernah sekali, dalam obrolanku dengan Tuhan, kubayangkan kita bertemu untuk membicarakan masa depan. Di sebuah kafe yang sepi pengunjung, aku setengah tertidur di sisi meja berdebu. Di sudut, tidak sedang memikirkan atau mengenangmu. Tiba-tiba kamu datang dengan langkah senyap, duduk di hadapanku yang setengah terlelap. Aku akan mengungkapkan semuanya. Akan kuceritakan padamu awal kisah kita di kepala hingga akhir yang kudamba. Kamu akan kuberitahu betapa beratnya menanggung cinta diam-diam seorang diri, betapa sulitnya menunggumu untuk sekadar peduli. Kudongengkan ke telingamu sampai habis, tak peduli wajahku berairmata atau malah tersipu malu. Aku sudah tak peduli.
Tapi dongengku, tetap jadi dongeng kalau Tuhan bahkan tak pernah dengar namaku dalam doamu. Jadi, pesanku kali ini bukan untukmu. Untuk Tuhan. Karena Dia tahu harus berbuat apa bahkan tanpa aku harus banyak berkata. Kamu harus mencontoh Tuhan, ya.

Kamu Mirip Aku...

Katanya, kalau wajah kita mirip dengan seseorang berarti jodoh. 
Hari ini, aku melihatnya. Melintas dengan kaos putih kebesaran dan jeans lebar yang nyaris menyapu jalan. Hampir mirip tokoh L di kartun 'Death Note' kesukaan kakak. Sayang bagian atas wajahnya tertutup kupluk senada jeans. Kupluk yang ditarik begitu rendah hingga sebagian rambutnya jatuh menutupi bagian atas mata. Terlalu berantakan, tapi entah bagaimana aku malah tertawa. Lucu. Rasanya aku mau punya satu seperti dia untuk dipelihara di rumah, ditengok kalau sedang bosan.
Sayang kami terpisah dinding kaca. Aku di dalam kafe langganan yang sepertinya hampir bangkrut, dia di teras kafe sedang mengikat tali sepatu. Biasanya aku menilai orang dari aroma tubuhnya. Aku ingin tahu tubuh kurus itu merebakkan wangi apa. Lagi-lagi, masalahnya dinding kaca. Sayang sekali dia bahkan tak menoleh ke arahku, kenyataan sungguh tak seindah naskah drama.
Entah apa yang merasukiku, tiba-tiba jari ini ingin sekali mengetuk dinding kaca yang memisahkan kami. Keinginan yang begitu mendesak, dan bodohnya hanya karena aku ingin dia menoleh ke arahku. Saking gugupnya, bukannya mengetuk, aku malah seperti menggedor dinding kaca itu hingga bergetar dan mengeluarkan bunyi yang besar. Jangankan dia, kini beberapa pengunjung kafe juga ikut menoleh padaku.
Dia menaikkan satu alisnya, menatapku dengan mulut sedikit terbuka. Aku terpaku. Kenapa ya, wajahnya terasa begitu familiar. Kenapa wajahnya terasa tak asing, terasa begitu lekat dalam ingatan. Dalam sepersekian detik, aku mencoba mengingat wajah orang-orang terdekat dalam hidup. Ayah, kakak, sampai paman dan kakek yang cuma kutemui setahun sekali ikut terbayang.
Kulihat dia menatapku cukup lama sampai akhirnya bangkit dan menghilang di belokan. Masih dengan ingatan yang sedang berputar-putar, kupandangi dinding kaca yang kugedor tadi. Kulihat pantulan diriku sendiri, kupandangi lekat-lekat, berusaha mengingat.
Ah, Tuhan! Pantas wajahnya terasa familiar. Bukan wajah Ayah, kakak, paman, terlebih kakekku. Bukan pula wajah teman-teman atau kenalanku.
Dia jelas-jelas mirip aku.
-bersambung-
P.S. Cuplikan cerpen yang akan diikutkan dalam proyek 'Mitos'

Kamu Mirip Aku...

Katanya, kalau wajah kita mirip dengan seseorang berarti jodoh. 
Hari ini, aku melihatnya. Melintas dengan kaos putih kebesaran dan jeans lebar yang nyaris menyapu jalan. Hampir mirip tokoh L di kartun 'Death Note' kesukaan kakak. Sayang bagian atas wajahnya tertutup kupluk senada jeans. Kupluk yang ditarik begitu rendah hingga sebagian rambutnya jatuh menutupi bagian atas mata. Terlalu berantakan, tapi entah bagaimana aku malah tertawa. Lucu. Rasanya aku mau punya satu seperti dia untuk dipelihara di rumah, ditengok kalau sedang bosan.
Sayang kami terpisah dinding kaca. Aku di dalam kafe langganan yang sepertinya hampir bangkrut, dia di teras kafe sedang mengikat tali sepatu. Biasanya aku menilai orang dari aroma tubuhnya. Aku ingin tahu tubuh kurus itu merebakkan wangi apa. Lagi-lagi, masalahnya dinding kaca. Sayang sekali dia bahkan tak menoleh ke arahku, kenyataan sungguh tak seindah naskah drama.
Entah apa yang merasukiku, tiba-tiba jari ini ingin sekali mengetuk dinding kaca yang memisahkan kami. Keinginan yang begitu mendesak, dan bodohnya hanya karena aku ingin dia menoleh ke arahku. Saking gugupnya, bukannya mengetuk, aku malah seperti menggedor dinding kaca itu hingga bergetar dan mengeluarkan bunyi yang besar. Jangankan dia, kini beberapa pengunjung kafe juga ikut menoleh padaku.
Dia menaikkan satu alisnya, menatapku dengan mulut sedikit terbuka. Aku terpaku. Kenapa ya, wajahnya terasa begitu familiar. Kenapa wajahnya terasa tak asing, terasa begitu lekat dalam ingatan. Dalam sepersekian detik, aku mencoba mengingat wajah orang-orang terdekat dalam hidup. Ayah, kakak, sampai paman dan kakek yang cuma kutemui setahun sekali ikut terbayang.
Kulihat dia menatapku cukup lama sampai akhirnya bangkit dan menghilang di belokan. Masih dengan ingatan yang sedang berputar-putar, kupandangi dinding kaca yang kugedor tadi. Kulihat pantulan diriku sendiri, kupandangi lekat-lekat, berusaha mengingat.
Ah, Tuhan! Pantas wajahnya terasa familiar. Bukan wajah Ayah, kakak, paman, terlebih kakekku. Bukan pula wajah teman-teman atau kenalanku.
Dia jelas-jelas mirip aku.
-bersambung-
P.S. Cuplikan cerpen yang akan diikutkan dalam proyek 'Mitos'

Tuhan aku harus bagaimana?

Aku harusnya mengatakan sesuatu. Ini terasa tidak benar. Kukerahkan segala logika untuk membantah kata-kata yang meluncur lancar dari mulutnya, tapi mulutku jutsru menolak berbicara. Kalimat-kalimatnya terlalu rapi, terlalu terskenario untuk dia yang sama sekali tak pandai berkata-kata. Aku bahkan sempat mengingat adegan semacam ini di semua naskah drama murahan. Kekasih yang memberi penjelasan bak orang suci, meminta maaf sambil sok menyalahkan diri sendiri. Bajingan, makiku dalam hati. Untung saraf-sarafku seperti sedang mendadak mati, kalau tidak, mungkin sudah kudorong meja ini hingga menabrak perutnya yang kotak-kotak.
"Maaf Sayang, kita putus, ya."
Keparat. Bisa-bisanya menggabungkan kata maaf, panggilan sayang, dan diakhiri dengan putus. Harusnya maaf ditaruh di belakang, atau tidak perlu pakai maaf sekalian. Terdengar seperti omong kosong. Dan panggilan sayang yang masih juga dibawa-bawa. Siapa yang sudi masih jadi kesayangan setelah dimintai putus tiba-tiba. Padahal kami, sama sekali tak ada masalah. Adem sekali. Mungkin juga terlalu adem bagi dia yang suka gejolak masa kini. Aku memang orang lama yang masih setia dan tunduk pada komitmen. Duh, brengsek.
"Sehat-sehat ya, Lhe."
Sehat kepalamu. Mana ada perempuan yang sehat setelah putus dari kekasih enam tahunnya. Wanita patah hati tak butuh sehat, dia cuma butuh kuat. Karena yang sakit dan terluka parah adalah hati. Yah, mungkin saja yang dia maksud sehat hati. Jangan terluka, jangan merengek minta kembali, jangan menjelek-jelekkan mantan kekasihmu di depan orang lain, jangan bertingkah seperti wanita hilang harap. Damn. Kenapa. Kenapa? Kenapa...
"Kamu mau aku antar pulang?"
Untuk kemudian menangis tersedu di boncengan? Memeluk punggungmu untuk yang terakhir kali, meresapi aroma tubuh yang sudah mendarahdaging sebagai perpisahan, meratapi hubungan di bawah bayang-bayang lampu jalanan? Tega sekali. Hati wanita yang dulu begitu ingin kau lindungi, sekarang kau ombang-ambing sesuka hati. Bisa-bisa aku loncat dari motor nanti. Tolol.
"Lhea, jangan diam. Kamu mau aku bagaimana?"
Ya menurutmu bagaimana. Jelaskan padaku kenapa kita harus berakhir. Jelaskan padaku kenapa kisah ini harus berakhir perpisahan, bukannya pernikahan. Dasar dungu. Sudahlah. Tenggorokanku sakit. Kau pergi saja, jangan menampakkan diri lagi. Tertabrak kereta atau menikah besok, terserah kau mau apa. Bangsat. Kenapa aku belum juga bisa berkata-kata.
"Aku pergi, ya."
Pergi yang jauh, penjahat. Penjelasanpun sudah tak berguna. Kehadiranmu saja sudah sangat membakar mata. Kalau kau tinggal lebih lama, kau akan menyaksikan siaran langsung wanita berairmata. Terluka. Tak terbayang olehmu besaran sakitnya. Tak terbayang olehmu setelah ini dia akan kehilangan arah, setengah sedih setengah marah, bingung harus melangkah. Tak terbayang olehmu setelah ini dia akan menangis entah untuk berapa lama. Berkabung dalam waktu yang tak terhitung angka, berusaha membereskan sendiri kekacauan yang kau buat.
"Jangan pergi. Jangan pergi..."

Air mataku jatuh. Setengah menyadari kalau yang barusan suaraku sendiri. Pintaku sendiri, ratapku sendiri. Aku tidak ingin dia pergi. Aku tidak tahu bagaimana caranya hidup sendiri. Tanpa dia, tanpa kehadirannya, tanpa peluk menenangkannya. Siapa yang kelak meyakinkanku kalau semua akan baik-baik saja, kalau dia tak lagi sudi mengemban tugasnya.

Tuhan, aku harus bagaimana.

Tuhan aku harus bagaimana?

Aku harusnya mengatakan sesuatu. Ini terasa tidak benar. Kukerahkan segala logika untuk membantah kata-kata yang meluncur lancar dari mulutnya, tapi mulutku jutsru menolak berbicara. Kalimat-kalimatnya terlalu rapi, terlalu terskenario untuk dia yang sama sekali tak pandai berkata-kata. Aku bahkan sempat mengingat adegan semacam ini di semua naskah drama murahan. Kekasih yang memberi penjelasan bak orang suci, meminta maaf sambil sok menyalahkan diri sendiri. Bajingan, makiku dalam hati. Untung saraf-sarafku seperti sedang mendadak mati, kalau tidak, mungkin sudah kudorong meja ini hingga menabrak perutnya yang kotak-kotak.
"Maaf Sayang, kita putus, ya."
Keparat. Bisa-bisanya menggabungkan kata maaf, panggilan sayang, dan diakhiri dengan putus. Harusnya maaf ditaruh di belakang, atau tidak perlu pakai maaf sekalian. Terdengar seperti omong kosong. Dan panggilan sayang yang masih juga dibawa-bawa. Siapa yang sudi masih jadi kesayangan setelah dimintai putus tiba-tiba. Padahal kami, sama sekali tak ada masalah. Adem sekali. Mungkin juga terlalu adem bagi dia yang suka gejolak masa kini. Aku memang orang lama yang masih setia dan tunduk pada komitmen. Duh, brengsek.
"Sehat-sehat ya, Lhe."
Sehat kepalamu. Mana ada perempuan yang sehat setelah putus dari kekasih enam tahunnya. Wanita patah hati tak butuh sehat, dia cuma butuh kuat. Karena yang sakit dan terluka parah adalah hati. Yah, mungkin saja yang dia maksud sehat hati. Jangan terluka, jangan merengek minta kembali, jangan menjelek-jelekkan mantan kekasihmu di depan orang lain, jangan bertingkah seperti wanita hilang harap. Damn. Kenapa. Kenapa? Kenapa...
"Kamu mau aku antar pulang?"
Untuk kemudian menangis tersedu di boncengan? Memeluk punggungmu untuk yang terakhir kali, meresapi aroma tubuh yang sudah mendarahdaging sebagai perpisahan, meratapi hubungan di bawah bayang-bayang lampu jalanan? Tega sekali. Hati wanita yang dulu begitu ingin kau lindungi, sekarang kau ombang-ambing sesuka hati. Bisa-bisa aku loncat dari motor nanti. Tolol.
"Lhea, jangan diam. Kamu mau aku bagaimana?"
Ya menurutmu bagaimana. Jelaskan padaku kenapa kita harus berakhir. Jelaskan padaku kenapa kisah ini harus berakhir perpisahan, bukannya pernikahan. Dasar dungu. Sudahlah. Tenggorokanku sakit. Kau pergi saja, jangan menampakkan diri lagi. Tertabrak kereta atau menikah besok, terserah kau mau apa. Bangsat. Kenapa aku belum juga bisa berkata-kata.
"Aku pergi, ya."
Pergi yang jauh, penjahat. Penjelasanpun sudah tak berguna. Kehadiranmu saja sudah sangat membakar mata. Kalau kau tinggal lebih lama, kau akan menyaksikan siaran langsung wanita berairmata. Terluka. Tak terbayang olehmu besaran sakitnya. Tak terbayang olehmu setelah ini dia akan kehilangan arah, setengah sedih setengah marah, bingung harus melangkah. Tak terbayang olehmu setelah ini dia akan menangis entah untuk berapa lama. Berkabung dalam waktu yang tak terhitung angka, berusaha membereskan sendiri kekacauan yang kau buat.
"Jangan pergi. Jangan pergi..."

Air mataku jatuh. Setengah menyadari kalau yang barusan suaraku sendiri. Pintaku sendiri, ratapku sendiri. Aku tidak ingin dia pergi. Aku tidak tahu bagaimana caranya hidup sendiri. Tanpa dia, tanpa kehadirannya, tanpa peluk menenangkannya. Siapa yang kelak meyakinkanku kalau semua akan baik-baik saja, kalau dia tak lagi sudi mengemban tugasnya.

Tuhan, aku harus bagaimana.

Percakapan

Hari ini, aku bertemu dia lagi. Berbincang dengannya seperti candu, kulakukan sesering aku berbincang dengan Tuhan. Dia bisa mengatakan apa yang sering kali orang lain tahan. Mendukung, mengingatkan, memarahi, pun menghakimi. 
Hari ini, cerita yang keluar dari mulutnya berbeda. Dia jadi melankolis. Dibeberkannyalah satu-satu harapannya untuk masa depan. Rupanya dia sedang ingin bicara tentang suami. Hampir seumur hidup bersamanya, aku tidak tahu kalau nyalinya sudah begini besar untuk membahas topik ini. 
"Nggak perlu yang sempurna. Aku hanya minta yang bisa melengkapi. Kalau aku keras kepala, aku ingin dia bisa meluluhkan hati. Aku ingin, aku yang nggak bisa diam ini, didampingi oleh seseorang yang akan tersenyum maklum saat istrinya mulai bertingkah. Yang saat aku sedang malas beranjak menyiapkan sarapan, dia siap bertukar peran."
"Bisa menjaga tiap kalimat dari mulutnya dengan baik, menjaga diri pun harga diri. Nggak perlu yang tampan, cuma lesung pipi pun nggak masalah, agar kelak senyum anak perempuan kami jadi yang paling bikin meleleh sedunia."
"Cukuplah dia membuat bangga aku dan anak-anaknya. Nggak perlu memimpin perusahaan kelas dunia, cukup jadi pemimpin yang baik dalam keluarga. Yang akan disambut tawa dan doa istri dan anak-anaknya. Yang tahu cara bekerja keras, yang tahu bahwa keluarga adalah prioritas."
Aku bilang padanya bahwa semua kriteria itu cukup banyak. Penasaran, kutanya apa yang paling penting baginya untuk suami di masa depan. Rupanya, jawabannya bahkan tak ada dalam semua yang baru saja dia beberkan. Dia menjawab pertanyaanku sambil tersenyum hangat.
"Aku ingin jatuh cinta pada yang tak pandai menyakiti."
Mendengarnya, pipiku ikut hangat. Setelah mendapat jawaban, kupeluk dia sembari berdoa dalam hati. Semoga Tuhan mendengar doanya. Nanti akan kutemui dia lagi, kali ini di depan kaca seukuran badan. 
 
Sampai bertemu lagi, Aku.

Percakapan

Hari ini, aku bertemu dia lagi. Berbincang dengannya seperti candu, kulakukan sesering aku berbincang dengan Tuhan. Dia bisa mengatakan apa yang sering kali orang lain tahan. Mendukung, mengingatkan, memarahi, pun menghakimi. 
Hari ini, cerita yang keluar dari mulutnya berbeda. Dia jadi melankolis. Dibeberkannyalah satu-satu harapannya untuk masa depan. Rupanya dia sedang ingin bicara tentang suami. Hampir seumur hidup bersamanya, aku tidak tahu kalau nyalinya sudah begini besar untuk membahas topik ini. 
"Nggak perlu yang sempurna. Aku hanya minta yang bisa melengkapi. Kalau aku keras kepala, aku ingin dia bisa meluluhkan hati. Aku ingin, aku yang nggak bisa diam ini, didampingi oleh seseorang yang akan tersenyum maklum saat istrinya mulai bertingkah. Yang saat aku sedang malas beranjak menyiapkan sarapan, dia siap bertukar peran."
"Bisa menjaga tiap kalimat dari mulutnya dengan baik, menjaga diri pun harga diri. Nggak perlu yang tampan, cuma lesung pipi pun nggak masalah, agar kelak senyum anak perempuan kami jadi yang paling bikin meleleh sedunia."
"Cukuplah dia membuat bangga aku dan anak-anaknya. Nggak perlu memimpin perusahaan kelas dunia, cukup jadi pemimpin yang baik dalam keluarga. Yang akan disambut tawa dan doa istri dan anak-anaknya. Yang tahu cara bekerja keras, yang tahu bahwa keluarga adalah prioritas."
Aku bilang padanya bahwa semua kriteria itu cukup banyak. Penasaran, kutanya apa yang paling penting baginya untuk suami di masa depan. Rupanya, jawabannya bahkan tak ada dalam semua yang baru saja dia beberkan. Dia menjawab pertanyaanku sambil tersenyum hangat.
"Aku ingin jatuh cinta pada yang tak pandai menyakiti."
Mendengarnya, pipiku ikut hangat. Setelah mendapat jawaban, kupeluk dia sembari berdoa dalam hati. Semoga Tuhan mendengar doanya. Nanti akan kutemui dia lagi, kali ini di depan kaca seukuran badan. 
 
Sampai bertemu lagi, Aku.
Kalau aku masih terjebak masa lalu
Masih punya cerita yang tokoh utamanya kamu
Masih menghibur diri sendiri hingga jemu
Hingga kutemukan kenanganku beku

Aku terombang ambing, tapi tolong, jangan tarik tanganku

Hujan mengembalikan kenangan?
Jalanan sepi membekas genggaman tangan?
Manis pahit kopi mengurai sisa perjalanan?

Coba dulu rasakan jadi aku yang mati perlahan
Kalau aku masih terjebak masa lalu
Masih punya cerita yang tokoh utamanya kamu
Masih menghibur diri sendiri hingga jemu
Hingga kutemukan kenanganku beku

Aku terombang ambing, tapi tolong, jangan tarik tanganku

Hujan mengembalikan kenangan?
Jalanan sepi membekas genggaman tangan?
Manis pahit kopi mengurai sisa perjalanan?

Coba dulu rasakan jadi aku yang mati perlahan

Hati, Logika, dan Tuhan

Hatiku berterima kasih pada logika.
Yang meskipun kewalahan pada isi kepala, namun tetap setia menjaga. Yang meskipun keras karena tembok yang tak tertembus, masih juga setia mengingatkan. Ini tidak benar, ini tidak tepat, ini bisa menyakitimu, kata logika. Kamu bisa gila, kamu hanya akan menghancurkan dirimu sendiri, kamu harus menjaga harga diri, bentaknya keras suatu hari.
Logikaku berterima kasih pada hati.
Yang meskipun sibuk membereskan kekacauan yang selalu terjadi, masih juga sempat menghangatkan. Menenangkan logika yang terlalu kaku dan tak kenal pada teori cinta tak berbalas atau rindu tak bertuan. Nanti kamu menyesal, kenapa harus ditahan, kamu tahu itu cinta, bisiknya selalu. Jangan menyerah pada waktu, tetaplah menunggu, kamu tidak bisa pindah ke lain hati, gumamnya dalam sepi.
Hati dan logika berterima kasih pada Tuhan. 
Karena dengan segala gejolak tak tahu diri yang entah kapan akan membuat gila, semua masih indah dan baik-baik saja. Masih terasa benar, masih terasa terang.
Kuharap akhir dari segala pergolakan adalah masa depan.

Hati, Logika, dan Tuhan

Hatiku berterima kasih pada logika.
Yang meskipun kewalahan pada isi kepala, namun tetap setia menjaga. Yang meskipun keras karena tembok yang tak tertembus, masih juga setia mengingatkan. Ini tidak benar, ini tidak tepat, ini bisa menyakitimu, kata logika. Kamu bisa gila, kamu hanya akan menghancurkan dirimu sendiri, kamu harus menjaga harga diri, bentaknya keras suatu hari.
Logikaku berterima kasih pada hati.
Yang meskipun sibuk membereskan kekacauan yang selalu terjadi, masih juga sempat menghangatkan. Menenangkan logika yang terlalu kaku dan tak kenal pada teori cinta tak berbalas atau rindu tak bertuan. Nanti kamu menyesal, kenapa harus ditahan, kamu tahu itu cinta, bisiknya selalu. Jangan menyerah pada waktu, tetaplah menunggu, kamu tidak bisa pindah ke lain hati, gumamnya dalam sepi.
Hati dan logika berterima kasih pada Tuhan. 
Karena dengan segala gejolak tak tahu diri yang entah kapan akan membuat gila, semua masih indah dan baik-baik saja. Masih terasa benar, masih terasa terang.
Kuharap akhir dari segala pergolakan adalah masa depan.
 
"Habis, kamu terlalu pendiam. Ah bukan, kamu terlalu nggak bisa ditebak. 
Terlalu santai, terlalu membiarkan semuanya berjalan terlalu apa adanya."
 
"Habis, kamu terlalu pendiam. Ah bukan, kamu terlalu nggak bisa ditebak. 
Terlalu santai, terlalu membiarkan semuanya berjalan terlalu apa adanya."

Pertama Kalinya

Pertama kalinya, aku tahu kalau air hujan berbau rindu. 
Rindu hujan bertemu tanah atau rindu sepasang kekasih yang berjauhan, aku tak lagi tahu. 
Yang kutahu, rinduku sendiri tak kunjung sampai padamu yang puluhan kilometer jauhnya. 
Jutaan air yang menjatuhi tanah, tak pernah menyampaikan pesanmu. 
Tetesan air yang menjatuhi kaca jendela, tak pernah membisikkan namamu.
Pertama kalinya, aku tahu siapa yang sungguhan kuinginkan.
Pertama kalinya, aku tahu kamu tak suka dirindukan.

Pertama Kalinya

Pertama kalinya, aku tahu kalau air hujan berbau rindu. 
Rindu hujan bertemu tanah atau rindu sepasang kekasih yang berjauhan, aku tak lagi tahu. 
Yang kutahu, rinduku sendiri tak kunjung sampai padamu yang puluhan kilometer jauhnya. 
Jutaan air yang menjatuhi tanah, tak pernah menyampaikan pesanmu. 
Tetesan air yang menjatuhi kaca jendela, tak pernah membisikkan namamu.
Pertama kalinya, aku tahu siapa yang sungguhan kuinginkan.
Pertama kalinya, aku tahu kamu tak suka dirindukan.

Doa

Aku penasaran
Seperti apa bentuk doa yang beterbangan?
Yang saat diucapkan, mereka beriringan menuju Tuhan.
Benarkah mereka menuju Tuhan? Lalu kemudian mereka diapakan?  
Aku penasaran
Apa Tuhan sungguhan mendengarkan? Tidakkah Ia juga bisa mengabaikan?
Apa doa-doaku kemudian hanya luruh melarut di hujan?
Yang saat menyentuh tanah, mereka lenyap seperti termakan.
Kalau iya, harusnya bisa kulihat di tanah namamu berserakan.

Doa

Aku penasaran
Seperti apa bentuk doa yang beterbangan?
Yang saat diucapkan, mereka beriringan menuju Tuhan.
Benarkah mereka menuju Tuhan? Lalu kemudian mereka diapakan?  
Aku penasaran
Apa Tuhan sungguhan mendengarkan? Tidakkah Ia juga bisa mengabaikan?
Apa doa-doaku kemudian hanya luruh melarut di hujan?
Yang saat menyentuh tanah, mereka lenyap seperti termakan.
Kalau iya, harusnya bisa kulihat di tanah namamu berserakan.
Harus mengucap syukur berapa kali hingga perasaan lega dan bahagia ini tersampaikan tanpa cela. Harus mengucap syukur berapa kali hingga perasaan hangat ini habis dan tak lagi meluap di hati.
Harus mengucap syukur berapa kali hingga perasaan lega dan bahagia ini tersampaikan tanpa cela. Harus mengucap syukur berapa kali hingga perasaan hangat ini habis dan tak lagi meluap di hati.

new class.

Selamat sore...
Udah seminggu sekolah, dapet kelas baru,temen-temen baru, ya walopun agak sedih pisah sama anak-anak triblis. tapi no problem lah ya~
semoga aja dikelas yang baru makin rajin. udah pilihan yang tepat untuk masuk jurusan IPA jadi harus dipertanggung jawabkan.
sekarang gue duduk di kelas xI IPA 5 ini nih kelas baru gue di kelas 11 yang isi murid nya ada 36 murid.
wow, peminat jurusan ipa naik drastis sampai satu kelas itu terisi 36 atau 37 siswa.
hm, bakal seru kayak x.5 gak ya?
bakal asik kayak x.5 gak ya?
bakal ribut kayak x.5 gak ya?
semua masih dipertanyakan, baru seminggu nih dikelas ini. belom tau watak atau sifat anak-anak disini.
pengen nya sih kayak di kelas 10 kemaren. hmm semoga saja:)
dikelas ini gue punya walikelas yang gokil dan logat jawa nya yang masih sangat kental hehe...
udah pada tau belom yang gue bilang itu siapa? iya benar:) beliau adalah Bapak Waluyo Timin guru biologi disekolah gue.
keinget pas smp dulu,kelas 9.4 dapet walikelas yang gokil gokil gokil pakek bangettttttt yang sama masih kental bgt dengan khas jawa nyaa hahah....
gue rindu 9.4
gue rindu x.5
hmm, rindu semuanya deh:*

kayak nya udahan dulu perkenalan kelas barunya hehe.
sampai jumpaaaaa~

new class.

Selamat sore...
Udah seminggu sekolah, dapet kelas baru,temen-temen baru, ya walopun agak sedih pisah sama anak-anak triblis. tapi no problem lah ya~
semoga aja dikelas yang baru makin rajin. udah pilihan yang tepat untuk masuk jurusan IPA jadi harus dipertanggung jawabkan.
sekarang gue duduk di kelas xI IPA 5 ini nih kelas baru gue di kelas 11 yang isi murid nya ada 36 murid.
wow, peminat jurusan ipa naik drastis sampai satu kelas itu terisi 36 atau 37 siswa.
hm, bakal seru kayak x.5 gak ya?
bakal asik kayak x.5 gak ya?
bakal ribut kayak x.5 gak ya?
semua masih dipertanyakan, baru seminggu nih dikelas ini. belom tau watak atau sifat anak-anak disini.
pengen nya sih kayak di kelas 10 kemaren. hmm semoga saja:)
dikelas ini gue punya walikelas yang gokil dan logat jawa nya yang masih sangat kental hehe...
udah pada tau belom yang gue bilang itu siapa? iya benar:) beliau adalah Bapak Waluyo Timin guru biologi disekolah gue.
keinget pas smp dulu,kelas 9.4 dapet walikelas yang gokil gokil gokil pakek bangettttttt yang sama masih kental bgt dengan khas jawa nyaa hahah....
gue rindu 9.4
gue rindu x.5
hmm, rindu semuanya deh:*

kayak nya udahan dulu perkenalan kelas barunya hehe.
sampai jumpaaaaa~


Succes birthday party mando!!! 
I will never forget this day, 
because today is a very happy day for me
and I am happy to make you happy.
\m/

Succes birthday party mando!!! 
I will never forget this day, 
because today is a very happy day for me
and I am happy to make you happy.
\m/