Senin, 20 Mei 2013

Nih, salah satu kutipan dari Nathan Callaghan, tokoh novel baruku.

"Cinta itu tidak menuntut? Bagaimana bisa cinta tidak menuntut? Tentu saja cinta menuntut. Memangnya siapa yang tidak mau dipeluk di pagi hari, menikmati senyum seseorang yang paling dicintai?"

Dah. Sampai ketemu lagi! Aku kangen menulis bebas disini.
Nih, salah satu kutipan dari Nathan Callaghan, tokoh novel baruku.

"Cinta itu tidak menuntut? Bagaimana bisa cinta tidak menuntut? Tentu saja cinta menuntut. Memangnya siapa yang tidak mau dipeluk di pagi hari, menikmati senyum seseorang yang paling dicintai?"

Dah. Sampai ketemu lagi! Aku kangen menulis bebas disini.
Ada apa?

Begitulah adanya. Kau menyimpulkan aku mati rasa, kupikir aku hanya sedang tak ingin merasa. Kalau dulu hujan begitu terasa seperti "kita", kini hujan hanya tetesan air dari semesta. Yang kuharap, saat basahnya meresapi kulitmu, kau tahu disitu aku selalu ada. Serpihan aku yang selalu terbawa, tapi kini tanpa air mata.

Kutapaki jalan yang dingin, kakiku ngilu tapi tak terluka. Rasanya sakit hingga ke tulang, rasanya perih tak tertahan. Terlebih saat sekali lagi, aku sadar sakitnya bahkan tak membuatku berairmata. Rasanya remuk tapi aku tak berdaya, bahkan untuk sekadar bilang kalau aku ingin menangis saja, aku terbata-bata.

Aku lelah. Aku kalah.

Air mata tidak bisa mengering, Sayang. Mungkin kini giliranmu berairmata
Ada apa?

Begitulah adanya. Kau menyimpulkan aku mati rasa, kupikir aku hanya sedang tak ingin merasa. Kalau dulu hujan begitu terasa seperti "kita", kini hujan hanya tetesan air dari semesta. Yang kuharap, saat basahnya meresapi kulitmu, kau tahu disitu aku selalu ada. Serpihan aku yang selalu terbawa, tapi kini tanpa air mata.

Kutapaki jalan yang dingin, kakiku ngilu tapi tak terluka. Rasanya sakit hingga ke tulang, rasanya perih tak tertahan. Terlebih saat sekali lagi, aku sadar sakitnya bahkan tak membuatku berairmata. Rasanya remuk tapi aku tak berdaya, bahkan untuk sekadar bilang kalau aku ingin menangis saja, aku terbata-bata.

Aku lelah. Aku kalah.

Air mata tidak bisa mengering, Sayang. Mungkin kini giliranmu berairmata
Mungkin, karena itulah kamu lelah. 

Ada baiknya kamu istirahat, sekadar untuk melihat bahwa di sekelilingmu banyak yang siap memberi pelukan erat. Mungkin yang kamu tunggu bukan pria tinggi, putih, dan berkacamata, bisa jadi dia ternyata berantakan tapi bertingkah seperti pangeran. Mungkin yang kamu tunggu bukan wanita berambut panjang dan berkaki jenjang, bisa jadi dia ternyata berambut mangkuk dengan senyum bak malaikat.

Ada baiknya kamu berhenti, sekadar untuk mensyukuri saat ini. 

Karena bagaimanapun, orang-orang yang ada saat ini, adalah yang bertahan atasmu. Selalu.
Mungkin, karena itulah kamu lelah. 

Ada baiknya kamu istirahat, sekadar untuk melihat bahwa di sekelilingmu banyak yang siap memberi pelukan erat. Mungkin yang kamu tunggu bukan pria tinggi, putih, dan berkacamata, bisa jadi dia ternyata berantakan tapi bertingkah seperti pangeran. Mungkin yang kamu tunggu bukan wanita berambut panjang dan berkaki jenjang, bisa jadi dia ternyata berambut mangkuk dengan senyum bak malaikat.

Ada baiknya kamu berhenti, sekadar untuk mensyukuri saat ini. 

Karena bagaimanapun, orang-orang yang ada saat ini, adalah yang bertahan atasmu. Selalu.

Untuk pertama kalinya sejak kita sudah tak lagi melangkah bersama, aku berterima kasih atas semua. Kutitipkan doa untukmu, agar kamu tak pernah berjalan sendirian meski kita tak lagi bersisian.

Untuk pertama kalinya sejak kita sudah tak lagi melangkah bersama, aku berterima kasih atas semua. Kutitipkan doa untukmu, agar kamu tak pernah berjalan sendirian meski kita tak lagi bersisian.