Selasa, 27 November 2012




Cintailah dirimu sendiri, setidaknya untukmu sendiri
Terjerembab dan sekarat mungkin membuat hati mati

Tapi seperti kaca yang berefleksi, saat hati mati logika hidup lagi

Tiap kali hati terluka, tempat untuk logika semakin terbuka

Begitu juga sebaliknya

Tiap kali hati terlena, tempat untuk logika akan terabaikan

Sesekali menikmati kekalahan dan berdiam tidaklah salah

Saat kalah, tiada guna kau berontak

Itu sama seperti tak berotak

Istirahatlah, berilah waktu untuk hati dan logika

Berikan jeda hati untuk pulih agar lebih cerdas memilih

Berikan kesempatan untuk logika untuk membeberkan semua



Cintailah dirimu sendiri, setidaknya untukmu sendiri
Terjerembab dan sekarat mungkin membuat hati mati

Tapi seperti kaca yang berefleksi, saat hati mati logika hidup lagi

Tiap kali hati terluka, tempat untuk logika semakin terbuka

Begitu juga sebaliknya

Tiap kali hati terlena, tempat untuk logika akan terabaikan

Sesekali menikmati kekalahan dan berdiam tidaklah salah

Saat kalah, tiada guna kau berontak

Itu sama seperti tak berotak

Istirahatlah, berilah waktu untuk hati dan logika

Berikan jeda hati untuk pulih agar lebih cerdas memilih

Berikan kesempatan untuk logika untuk membeberkan semua
Dan... waktunya berterima kasih pada Tuhan atas segala hal yang masih bisa digenggam, dirasakan, dinikmati, diresapi, dan dikenang. Terima kasih atas adanya perasaan, pikiran, dan segala pergolakan. Atas hati, batin, benak, dan logika. Atas rasa dan asa. Atas musibah, cobaan, dan pelajaran. 
Atas sesuatu dan seseorang. Atas masa lalu dan masa depan.

Atas nafas, darah, dan nyawa.

Terima kasih, Tuhan.
Dan... waktunya berterima kasih pada Tuhan atas segala hal yang masih bisa digenggam, dirasakan, dinikmati, diresapi, dan dikenang. Terima kasih atas adanya perasaan, pikiran, dan segala pergolakan. Atas hati, batin, benak, dan logika. Atas rasa dan asa. Atas musibah, cobaan, dan pelajaran. 
Atas sesuatu dan seseorang. Atas masa lalu dan masa depan.

Atas nafas, darah, dan nyawa.

Terima kasih, Tuhan.

Sesedehana itu .

Romantis itu bukan saat kamu terus menjejali otakku dengan gombal kelas satu. Romantis itu bukan saat kamu terus menghujaniku dengan hadiah favoritku. Itu semua menyenangkan. Tapi, tidakkah kamu ingin kita menyepi, Sayang?
Bayangkan. Aku dan kamu, berjalan, hanya berdua saja. Di pinggiran jalan yang sepi dengan cahaya temaram karena terlindung dedaunan. Sambil terus menderap langkah, kita terus bertukar kata dan berbagi cerita. Aku akan menceritakan apa saja. Kamu akan tertawa karenanya. Aku menggelayut manja sementara kamu merangkul pundak dengan hangat. Di antara dedaunan yang gugur dan angin yang sejuk, kita membumbung cinta. Tawa yang menyublim ke langit, mendingin, dan merebak bahagia.
Bahagia itu sederhana.
Sesederhana langit yang tak menyombongkan birunya. Sesederhana matahari yang tak memamerkan teriknya. Sesederhana pepohonan yang merontokkan tiap bagiannya.
Sesederhana kamu, yang hanya ingin berdua.

Sesederhana aku, yang hanya ingin kamu.

cerita lain .

Aku tahu kamu.
Kamu tergopoh-gopoh cuma karena nggak ingin aku lama menunggu. Kamu menderap langkah di tangga cuma karena nggak ingin kue coklat kesukaanku itu hangus. Kamu berlarian di halaman cuma karena nggak ingin semenit pun kita berjarak lagi. 
Hati dan senyum kamu itu luar biasa ya.
Dan hebatnya, kamu itu pria. Mana ada pria sehebat kamu, kan. Yang rela mencatat resep semua makanan favoritku, berakrobat di dapur, dan dengan bangga memamerkan kue gosong itu. Kamu meneriakiku supaya bangun lebih pagi, menyeretku ke kamar mandi. Aku sebal. Kamu penyayang, tapi tega berbuat apapun padaku.
Sekarang, aku kangen kamu.
Aku lihat anak perempuan kamu yang cantik itu. Mana bisa aku membuatnya kehilangan kamu. Seorang ayah harus terus ada di sisi anaknya. Kalau aku mendekapmu, putri kecil itu meratapimu. Sayang ya.
Dia anak kamu. Bukan anak aku. Bukan anak kita.

cerita lain .

Aku tahu kamu.
Kamu tergopoh-gopoh cuma karena nggak ingin aku lama menunggu. Kamu menderap langkah di tangga cuma karena nggak ingin kue coklat kesukaanku itu hangus. Kamu berlarian di halaman cuma karena nggak ingin semenit pun kita berjarak lagi. 
Hati dan senyum kamu itu luar biasa ya.
Dan hebatnya, kamu itu pria. Mana ada pria sehebat kamu, kan. Yang rela mencatat resep semua makanan favoritku, berakrobat di dapur, dan dengan bangga memamerkan kue gosong itu. Kamu meneriakiku supaya bangun lebih pagi, menyeretku ke kamar mandi. Aku sebal. Kamu penyayang, tapi tega berbuat apapun padaku.
Sekarang, aku kangen kamu.
Aku lihat anak perempuan kamu yang cantik itu. Mana bisa aku membuatnya kehilangan kamu. Seorang ayah harus terus ada di sisi anaknya. Kalau aku mendekapmu, putri kecil itu meratapimu. Sayang ya.
Dia anak kamu. Bukan anak aku. Bukan anak kita.

Sesedehana itu .

Romantis itu bukan saat kamu terus menjejali otakku dengan gombal kelas satu. Romantis itu bukan saat kamu terus menghujaniku dengan hadiah favoritku. Itu semua menyenangkan. Tapi, tidakkah kamu ingin kita menyepi, Sayang?
Bayangkan. Aku dan kamu, berjalan, hanya berdua saja. Di pinggiran jalan yang sepi dengan cahaya temaram karena terlindung dedaunan. Sambil terus menderap langkah, kita terus bertukar kata dan berbagi cerita. Aku akan menceritakan apa saja. Kamu akan tertawa karenanya. Aku menggelayut manja sementara kamu merangkul pundak dengan hangat. Di antara dedaunan yang gugur dan angin yang sejuk, kita membumbung cinta. Tawa yang menyublim ke langit, mendingin, dan merebak bahagia.
Bahagia itu sederhana.
Sesederhana langit yang tak menyombongkan birunya. Sesederhana matahari yang tak memamerkan teriknya. Sesederhana pepohonan yang merontokkan tiap bagiannya.
Sesederhana kamu, yang hanya ingin berdua.

Sesederhana aku, yang hanya ingin kamu.

Pernahkah

Pernahkah kau, membayangkan, sedetik saja, bahwa yang paling berharga di dunia adalah bisa melihat yang dicinta mengembang tertawa bahagia? Sekalipun kalian tak menyapa, raga tak meraba, bahkan mata tak memapar apa-apa.


Pernahkah kau, membayangkan, sedetik saja, bahwa yang paling membuatmu bahagia adalah kehadirannya? Cukup dengan kenyataan bahwa dia ada. Dia nyata, diciptakan Tuhan, menjadi bagian lain dari dunia, menjadi pelengkap cerita. Meski cerita itu tak berakhir padamu.

Pernahkah kau, membayangkan, sedetik saja, bahwa yang paling membuat hati sesak adalah perasaan lega karena dia baik-baik saja? Dimana pun dia, bersama siapa pun, sekalipun sedang menggandeng yang kau benci, tapi dia baik-baik saja. Dia bukan punyamu, bukan milikmu, jauh dari jangkauan dan genggammu. Tapi seakan-akan dia milikmu.

Pernahkah kau, mendoakan bahagianya dalam hening panjang bersama Tuhan?

Di tiap langkah yang kuseret, aku tahu apa yang kudengungkan dalam hati. Rapat-rapat, berderap dengan mantap. Doa lirih yang mengalir dalam bisik pada Sang Pemilik Segala. Aku senang. Hati ini, meski berkali-kali remuk, tetap tak kehilangan pemiliknya.

Pernahkah aku, mendoakan bahagia seseorang? Selalu. Setiap waktu.

Pernahkah

Pernahkah kau, membayangkan, sedetik saja, bahwa yang paling berharga di dunia adalah bisa melihat yang dicinta mengembang tertawa bahagia? Sekalipun kalian tak menyapa, raga tak meraba, bahkan mata tak memapar apa-apa.


Pernahkah kau, membayangkan, sedetik saja, bahwa yang paling membuatmu bahagia adalah kehadirannya? Cukup dengan kenyataan bahwa dia ada. Dia nyata, diciptakan Tuhan, menjadi bagian lain dari dunia, menjadi pelengkap cerita. Meski cerita itu tak berakhir padamu.

Pernahkah kau, membayangkan, sedetik saja, bahwa yang paling membuat hati sesak adalah perasaan lega karena dia baik-baik saja? Dimana pun dia, bersama siapa pun, sekalipun sedang menggandeng yang kau benci, tapi dia baik-baik saja. Dia bukan punyamu, bukan milikmu, jauh dari jangkauan dan genggammu. Tapi seakan-akan dia milikmu.

Pernahkah kau, mendoakan bahagianya dalam hening panjang bersama Tuhan?

Di tiap langkah yang kuseret, aku tahu apa yang kudengungkan dalam hati. Rapat-rapat, berderap dengan mantap. Doa lirih yang mengalir dalam bisik pada Sang Pemilik Segala. Aku senang. Hati ini, meski berkali-kali remuk, tetap tak kehilangan pemiliknya.

Pernahkah aku, mendoakan bahagia seseorang? Selalu. Setiap waktu.