Aku tahu kamu.
Kamu tergopoh-gopoh cuma karena nggak ingin aku lama menunggu. Kamu
menderap langkah di tangga cuma karena nggak ingin kue coklat kesukaanku
itu hangus. Kamu berlarian di halaman cuma karena nggak ingin semenit
pun kita berjarak lagi.
Hati dan senyum kamu itu luar biasa ya.
Dan hebatnya, kamu itu pria. Mana ada pria sehebat kamu, kan. Yang rela
mencatat resep semua makanan favoritku, berakrobat di dapur, dan dengan
bangga memamerkan kue gosong itu. Kamu meneriakiku supaya bangun lebih
pagi, menyeretku ke kamar mandi. Aku sebal. Kamu penyayang, tapi tega
berbuat apapun padaku.
Sekarang, aku kangen kamu.
Aku lihat anak perempuan kamu yang cantik itu. Mana bisa aku membuatnya
kehilangan kamu. Seorang ayah harus terus ada di sisi anaknya. Kalau aku
mendekapmu, putri kecil itu meratapimu. Sayang ya.
Dia anak kamu. Bukan anak aku. Bukan anak kita.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar