Dan, damai. Pada akhir pertemuannya, kurasakan kata itu lebih melunak.
Pikiranku serta merta seperti ditanak, lembek. Gagasan itu nyatanya tak
buruk, alih-alih membuatku malu. Karena saat itu, aku menerima damaimu
sambil tersenyum senang. Aku menang.
Kini, kubiarkan kita bersama jalan bersisian. Meski tak selalu kutoleh,
kamu toh akan terus melekat, lebih erat dari bayangan. Tak apa.
Kita berteman ya, Takdir.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar