“Apa
masalahnya? Aku ingin punya anak.”
Senja
menantangku lagi. Kali ini tubuhnya kecilnya bangkit kemudian berkacak pinggang
di depanku. Aku menggeleng muak.
“Kalau
kau memang ingin punya anak, kenapa kau tidak katakan pada Minggu? Kau sakit
hati karena pria yang berselingkuh di belakangmu itu malah menceraikanmu
padahal kau sudah rela dijadikan istri kedua. Aku tahu aku hanya pelarian, aku
tahu pernikahan penuh masalah ini juga balas dendam. Tapi, kupikir kita
sama-sama tahu ini akan berjalan baik-baik saja kalau kita tidak membahas masa
lalu.”
“Kau
yang membahas masa lalu!”
“Kau
yang memaksaku."
Tidak ada komentar :
Posting Komentar